Kamis, 21 Agustus 2014

Legalitas Hari Jadi Majalengka

Oleh : Galun Eka Gemini

Diskursus mengenai penetapan hari jadi kabupaten-kota di Jawa Barat merupakan salah satu pembahasan menarik perhatian bagi kalangan sejarawan dan peminat sejarah, terutama sejarawan atau peminat sejarah yang mengkhususkan kajiannya terhadap sejarah kota. Alasannya sederhana, dikarenakan momentum tonggak awal dalam menetapkan hari lahir kabupaten-kota di Jawa Barat acapkali diambil dari sebuah ‘mitos yang berkembang di masyarakat bukan merujuk pada fakta sejarah yang akurat dan valid. 
Kenyataan semacam ini sangatlah tidak dibenarkan dalam kajian sejarah sebagai sebuah ilmu yang bersifat ilmiah. Mitos bukan berarti tidak boleh menjadi khazanah pengetahuan tetapi dalam menuliskan sejarah, harus dibedakan mana mitos dan mana fakta. Lalu, bagaimana dengan penetapan hari jadi Kabupaten Majalengka? Benarkah tanggal 7 Juni 1490 adalah tonggak awal berdirinya Kabupaten Majalengka? Seperti yang diberitakan, bahwa tanggal 7 Juni 2016 – yang tinggal dalam hitungan haripemerintah Kabupaten Majalengka akan memperingati hari jadinya ke-526. Pertanyaan semacam ini perlu di jawab secara tegas dan koheren dalam rangka meluruskan kembali fakta sejarah agar tidak terjadi anakronisme dikemudian hari.    

Beberapa tulisan terdahulu yang menyinggung dengan sejarah berdirinya Kabupaten Majalengka sudah dimuat oleh berbagai media massa mulai dari yang berbentuk artikel, buku, dan tesis. Dan pada kesempatan ini pula, saya selaku orang yang bergelut dalam dunia ke-sejarah-an serta pituin urang Majalengka menyimpan perhatian khusus terhadap sejarah Kabupaten Majalengka di satu sisi. Pada sisi lain, hendak meneruskan tapak lacak dari pakar-pakar sejarah terdahulu untuk meluruskan hari jadi Kabupaten Majalengka seperti Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, M.S., Prof. Dr. Sobana Hardjasaputra, M.A., N. Kartika, M.Hum., dan yang lainnya.   

Hasil penelitian dari studi-studi terdahulu menunjukkan, bahwa penetapan hari jadi Majalengka yang selalu diperingati tiap tanggal 7 Juni secara tegas diragukan kebenarannya dan dinyatakan salah. Sumber-sumber sejarah menunjukkan bahwa pada kurun waktu tersebut (1490) wilayah Majalengka berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda-Galuh (Pajajaran). Selain itu, di wilayah yang sekarang Majalengka belum muncul istilah kabupaten, yang ada masih bercorak kerajaan ditandai dengan terdapatnya Kerajaan Talaga Manggung dan Kerajaan Rajagaluh. Keduanya merupakan bagian dari wilayah sougerinitas atau wilayah vasal di bawah Kerajaan Sunda-Galuh yang dipimpin oleh Sribaduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata atau yang dikenal dengan sebutan Prabu Siliwangi (1482-1521).      

Legalitas Majalengka menjadi sebuah kabupaten ditinjau secara yuridis-formal baru dikenal ketika dikeluarkannya Staatsblad no. 7 oleh pemerintah kolonial Belanda tertanggal 11 Februari 1840. Sebelum wilayah Jawa Barat (West Java) terbentuk, yang ada hanya wilayah-wilayah keresidenan saja meliputi Keresidenan Banten, Batavia, Boeitenzorg, Preangerregenschappen, dan Cheribon. Keresidenan Cheribon membawahi lima kabupaten, salah satunya adalah wilayah Kabupaten Majalengka (dulu; Maja). Sejarah tentang pembentukan Kabupaten Majalengka, pada hakekatnya tidak terlepas dari kebijakan pemerintah kolonial Belanda untuk mempermudah dalam urusan administrasi baik segi pemerintahan maupun ekonomi. Dilihat dari aspek ekonomi, yaitu kepentingan pemerintah kolonial Belanda agar dapat mengontrol jalannya pengumpulan pajak tanah. 

Sumber sejarah lain menyebutkan, pada awalnya nama Kabupaten Majalengka (sekarang) bernama Kabupaten Maja sesuai Staatblad 1819 no 9 dan 23 tertanggal 5 Januari. Dapat diartikan bahwa nama Kabupaten Majalengka merupakan kelanjutan dari Kabupaten Maja. Perubahan nama Kabupaten Maja menjadi Majalengka disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, agar orang lebih mudah mengingat, maka nama kabupaten dirubah menjadi Majalengka berdasarkan nama ibukotanya. Ibukota Kabupaten Maja semula berada di Maja, pindah ke Cigasong, kemudian ke Sindangkasih, dan terakhir di Majalengka (Kartika: 2007). Kedua, untuk memudahkan urusan administrasi karena kantor asisten residen letaknya berada di Majalengka, sekarang menjadi gedung juang. Ketiga, dikarenakan letak Majalengka dianggap lebih strategis berada di tengah-tengah dan dilalui oleh jalan utama kota.

Kembali kepada awal mulanya terbentuk Kabupaten Majalengka, sejalan dengan tradisi lisan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, pengambilan tanggal terbentuknya Kabupaten Majalengka 7 Juni 1490 tidak dapat dilepaskan dari tokoh mitos Nyi Rambut Kasih sebagai pemimpin Kerajaan Sindangkasih. Diceritakan dalam riwayat Sindangkasih, konon pernah berdiri sebuah kerajaan kecil bercorak Hindu bernama Sindangkasih. Kerajaan Sindangkasih dahulunya merupakan kerajaan kecil yang berada di bawah sugeourenitas Kerajaan Sunda-Galuh. Di dalam naskah Ratu Pakuan yang ditemukan sekitar abad 17 M, nama Nyi Rambut Kasih sering disebut Nyi Ngabeut/Ambeut Kasih dalam dialek masyarakat Sunda Priangan. Adapun dalam naskah Purwaka Caruban Nagari (1726) dijelaskan Nyi Ambeut Kasih adalah putri dari Ki Gedeng Sedhang Kasih, syahbandar di Cirebon. Nyi Ambeut Kasih kemudian menikah dengan Prabu Siliwangi.

Antara mitos dan realita mengenai keberadaan Kerajaan Sindangkasih di Tatar Majalengka, Hal ini sangat terkait dengan miskinnya data yang ditemukan sehingga tingkat keabsahannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, kebenaran adanya Kerajaan Sindangkasih di Majalengka masih diragukan. Terlepas dari ada atau tidaknya Kerajaan Sindangkasih pada masa silam, momentum tanggal dan tahun berdirinya Kerajaan Sindangkasih tidaklah relevan untuk ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Majalengka.  

Beberapa pertimbangan yang mendasari penulis berasumsi seperti ini: pertama, bukti primer (primary sources) yang menyebutkan hari jadi Kabupaten Majalengka pada 7 Juni 1490 tidak ditemukan, baik yang berupa prasasti, naskah, dsb. Kedua, pada saat Kerajaan Sindangkasih berdiri, kedudukan Kerajaan Talaga Manggung dan Rajagaluh memiliki kedudukan yang sama/sejajar, sama-sama berada di bawah vasal Sunda-Galuh (Pajajaran). Artinya, Kerajaan Talagamanggung dan Rajagaluh mempunyai otoritas tersendiri tidak berada dalam daerah vasal Kerajaan Sindangkasih. Ketiga, sistem pemerintahan berbentuk kabupaten (pemerintahan tradisional) mulai muncul ketika hegemoni Hindia-Belanda atas kerajaan-kerajaan di Indonesia, khusus Jawa Barat sudah tumbuh subur. Artinya, adanya sistem pemerintah berbentuk kabupaten merupakan produk pemerintah kolonial Belanda, walaupun istilahnya dahulu adalah afdelling. Secara hirarki, eksistensi pemerintahan kabupaten atau pemerintahan tradisional yang otoritasnya dipimpin oleh seorang bupati berada di bawah residen, dan residen berada di bawah gubernur jenderal. 

Peringatan mengenai hari jadi Kabupaten Majalengka yang rutin diselenggarakan tiap tahunnya pada tanggal 7 Juni seolah terlalu dipaksakan, sekaligus membuat sesat masyarakat dalam mengenali sejarah daerahnya sendiri. Staatsblad 1819 no. 9 dan 23 tertanggal 5 Januari atau  Staatsblad no. 7 tertanggal 11 Februari 1840 merupakan bukti otentik akan pembentukan Kabupaten Majalengka yang sesungguhnya. Adapun kalau kita mengacu pada Staatsblad 1819 no. 9 dan 23 tertanggal 5 Januari dalam menetapkan hari jadi Majalengka tidaklah terlalu salah mengingat nama Kabupaten Maja sebagaimana yang tertera dalam Staatsblad 1819 no. 9 dan 23  yang menjadi embrio terbentuknya Kabupaten Majalengka mirip dengan wilayah kekuasaannya menaungi empat distrik yaitu Distrik Talaga, Distrik Maja, Distrik Rajagaluh, dan Distrik Majalengka.  

Kesalahan dalam menetapkan hari jadi Majalengka sudah menjadi tanggung jawab pemerintah setempat sebagai stakeholder untuk meluruskannya sehingga masyarakat dalam hal ini khususnya warga pribumi dapat mengetahui dan memahami dengan betul mengenai kapan terbentuknya Majalengka menjadi sebuah kabupaten yang secara yuridis, terlegitimasi. Terlepas akan kebencian kita terhadap pemerintah kolonial Belanda, setidaknya apa yang menjadi aturan, kebijakan kolonial yang dikeluarkan pada waktu itu termasuk kebijakan tentang pembentukan Kabupaten Majalengka merupakan representasi dari jalannya pemerintahan yang berkuasa pada saat ini. 

Untuk mengatasi permasalahan seperti ini, pemerintah Kabupaten Majalengka bisa belajar dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, karena fenomena seperti ini pernah dialami oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat itu sendiri. Dalam menetapkan hari jadinya, pemerintah Jawa Barat tidaklah egois dan bersikukuh mengambil hari jadinya dari kemunculan Kerajaan Tarumanegara ataupun Kerajaan Sunda-Galuh, yang secara gamblang eksistensi dari kedua kerajaan tersebut diakui keberadaannya baik secara artifek, sosifek maupun mentalitas (apabila di komper dengan keberadaan Kerajaan Sindangkasih di Majalengka), khususnya oleh masyarakat Tatar Sunda termasuk Majalengka.  

Mudah-mudahan esensi dan subtansi tulisan ini mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait, terutama Pemda dan DPRD Kabupaten Majalengka. Perlu diinformasikan pula bahwa tulisan ini tidak bermaksud untuk mendeskreditkan atau menyalahkan pihak-pihak tertentu (TIM Perumus/penentu Hari Jadi Kabupaten Majalengka) apalagi mengandung muatan politik, tetapi semata-mata sebagai sumbangsih pemikiran yang sifatnya membangun dan menegakkan kebenaran sejarah. Mangga emutan !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Know us

Our Team

Tags

Video of the Day

Contact us

Nama

Email *

Pesan *