Oleh : Galun Eka Gemini
Situs Astana Gede Terletak di Desa Kawali, Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis, tepatnya ± 21 km dari kota Ciamis ke arah Utara. Di dalam situs ini terdapat banyak peninggalan arkeologis dan yang lebih menariknya lagi, tinggalan arkeologis yang terdapat di situs ini terdapat tiga budaya yang berbeda yaitu antara budaya lokal, budaya Hindu dan Islam. Beberapa tinggalan arkeologis tersebut di dalamnya mencangkup enam buah batu prasasti, tiga buah batu menhir, sebelas buah makam. Luas situs Astana Gede adalah sekitar 5 ha, keberadaannya dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun dan tinggi sehingga memberikan hawa yang sejuk dan dingin namun terkesan sarat akan nuansa religius-nya.
Situs Astana Gede Terletak di Desa Kawali, Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis, tepatnya ± 21 km dari kota Ciamis ke arah Utara. Di dalam situs ini terdapat banyak peninggalan arkeologis dan yang lebih menariknya lagi, tinggalan arkeologis yang terdapat di situs ini terdapat tiga budaya yang berbeda yaitu antara budaya lokal, budaya Hindu dan Islam. Beberapa tinggalan arkeologis tersebut di dalamnya mencangkup enam buah batu prasasti, tiga buah batu menhir, sebelas buah makam. Luas situs Astana Gede adalah sekitar 5 ha, keberadaannya dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun dan tinggi sehingga memberikan hawa yang sejuk dan dingin namun terkesan sarat akan nuansa religius-nya.
Kegiatan yang dilakukan oleh kami ketika
dilapangan (Astana Gede) bukan hanya tertuju pada penelitian mengenai
benda-benda tinggalan yang ada di dalamnya. Disana diadakan simulasi eskavasi
arkeologis. Kendati hanya sebuah simulasi dan waktu yang relatif singkat, namun
setidaknya bagi kami dengan adanya simulasi atau latihan tersebut dapat
memberikan gambaran dan penjelasan mengenai langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan penggalian. Pada hakikatnya
langkah semua ini telah memberikan pengalaman baru.
Kembali kepada
situs Astana Gede, Menurut Prof. Nina H. Lubis (Makalahnya yang berjudul, Tinggalan Arkeologis di Astana Gede Kawali),
dikatakan situs Astana Gede karena di situs tersebut terdapat sebuah makam yang
ukurannya besar, panjang sekali dan berbeda dengan makam-makam lain pada
umumnya. Oleh karena itu dinamakan situs Astana Gede, dalam bahasa Sunda gede artinya besar. Namun ada juga versi
yang menyebutkan bahwa di situs Astana Gede adalah karena tempat dimakamkannya
orang-orang besar, dalam bahasa Sunda disebut gegeden. Terlepas dari itu, Makam tersebut diduga adalah Pangeran
Usman, salah satu raja yang sudah memeluk agama Islam, beliau merupakan
keturunan dari Kesultanan Cirebon.
Selain
batu-batu prasasti terdapat pula peninggalan lainnya seperti dibawah ini:
1.
Seperangkat
batu disolit, yakni batu tempat pelantikan raja yang disebut Palangka.
2.
Batu telapak
kaki dan tangan dengan garis retak retak menggambarkan kekuasaan dan
penanggalan (kalender).
3.
Tedapat 3
(tiga) buah batu menhir: Batu Penyandaraan, Penyandungan, dan Batu Pamuruyan
(alat untuk bercermin).
Berdasarkan
uraian diatas, maka situs Astana Gede mempunyai arti yang sangat penting bagi
sejarah Kerajaan di Indonesia, khsusnya di Tatar Sunda. Artefak atau tinggalan-tinggalan purbakala itu seakan-akan telah memberikan
informasi bahwa di daerah tersebut pernah tumbuh Pusat Kerajaan Sunda – Kawali.
Jika mengacu pada sasakala nama
Kawali itu sendiri, bahkan disana terdapat satu kolam yang berbentuk ”kuali”
yang airnya tak pernah kering. Istilah kolam berbentuk kuali ini, menjadi cikal
bakal nama Kecamatan Kawali sekarang.
Prasasti Astana Gede atau Prasasti Kawali merujuk pada beberapa prasasti
yang ditemukan di kawasan tersebut, terutama pada prasasti "utama" yang
bertuliskan
paling banyak (Prasasti Kawali I). Adapun secara keseluruhan, terdapat enam buah prasasti yang
masing-masing prasasti ditulis dengan menggunakan bahasa dan aksara Sunda (Kaganga). Meskipun tidak berisi candrasangkala, prasasti ini diperkirakan berasal dari abad ke-14, dilihat
berdasarkan nama raja.
Dari segi
fungsi, Situs Astana Gede Kawali di
samping sebagai taman Cagar Budaya dan sebagai obyek wisata budaya, juga
merupakan obyek ilmu pengetahuan. Banyak tinggalan budaya masa lampau yang
sudah dizamah oleh para ilmuwan seperti ahli arkeologi, ahli filologi, sejarawan, geolog, dsb. Tentunya mereka datang untuk melakukan
penelitian mulai dari jenis batu-batuan,
tulisan dan bahasanya, atau temuan-temuan lain yang berhasil digali terutama
oleh para ahli arkeologi. Penelitian di Astana Gede mulai
dilakukan pada zaman Belanda, tetapi lebih menitik beratkan pada prasasti.
Tahun 1914 Oudhekumdige Diens mengadakan inventarisasi data arkeologi di Astana
Gede Kawali ini.
Prasasti ini pertamakali agaknya
ditemukan pada masa Thomas Stamford Raffles
(1811-1816), terbukti disebut-sebut dalam bukunya History of Java.
Namun, prasasti itu baru dibaca
secara serius oleh Friederich pada tahun 1855. Selanjutnya
prasasti dibaca ulang oleh K.F. Holle, pada tahun 1867 dan
terakhir J Noorduijn pada tahun 1988. Dua orang filolog Indonesia yang juga membaca ulang prasasti ini adalah Saleh Danasasmita (1984) dan Atja
(1990). Prasasti ke-enam ditemukan tahun 1995 oleh
Juru Pelihara Astana Gede bernama Sopar.
Prasasti Kawali I:
Prasasti Kawali I yang ditemukan pada tahun 1867
oleh KF Holle
Sumber:
Dokumen Pribadi
Prsasti-prasasti
ini diperkirakan dibuat atas perintah raja yang berkuasa pada saat itu, nama
raja yang sering disebutkan pada prasasrti itu ialah Prabu Niskala
Wastukancana. Rahyang Prabu Niskala Wastukancana merupakan anak dari Prabu
Linggabuana (gugur pada perang Bubat) atau Kakek dari salah satu raja Sunda
yang berkarismatik bagi kalangan masyarakat Tatar Sunda yaitu Sribaduga
Maharaja/Prabu Siliwangi. Keadaan keenam prasasti-prasasti itu di tutupidan
dipagar yang bertujuan agar tidak terkena hujan dan tangan-tangan jahil
perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab sehingga tidak cepat rusak.
Terjemahan
dari Prasasti Kawali 1 berbunyi, sebagai berikut:
“Demikian
tapak pertama bekas yang mulia ialah Prabu Wastu yang bertahta di Kota Kawali,
yang memperindah Istana Surawisesa, yang membuat parit keliling (ibukota), yang
menyuburkan seluruh pedesaan. Semoga para penerus dapat menerapkan kerja yang
baik agar dapat unggul di dunia” (Lubis, dalam Makalahnya yang
berjudul, Tinggalan Arkeologis di Astana
Gede Kawali).
Prasasti Kawali II
Sumber:
Dokumen Pribadi
Prasasti
ini memberikan informasi bahwa Prabu Wastu, berusaha untuk menyejahterakan
kehidupan rakyatnya dan menghimbau kepada para penerusnya agar mau bekerja
dengan baik sebagai syarat untuk hidup bahagia dan berhasil. Dari keempat sisi
batu itu juga ditulisi. Noorduyn membaca dan mengartkan dari keempat tulisan
batu bagian sisi batu itu yang bila diterjemahkan mengandung isi “jangan
dirintangi, jangan diperlakukan tidak baik, yang memotong ia tetap, yang
menginjak ia roboh”. Jika dihubungkan dengan bunyi prasasti induknya, mungkin sekali
tulisan itu dimaksudkan sebagai himbauan agar ia (Prabu Wastu) tidak dirintangi dalam
upayanya itu karena ia akan tetap tegar, bahkan mereka yang menghalangi akan roboh.
Prasasti Kawali III
Sumber:
Dokumen Pribadi
Prasasti
ketiga, dari prasasti Kawali beruapa batu andesit, berbentuk segi lima tidak
beraturan. Pada bagian atas prasasti
terdapat tulisan dan bagian bawah terdapat dua sepasang telapak kaki serta satu
telapak tangan (kiri). Selain itu, terdapat garis-garis yang melintang sebanyak
Sembilan buah dan garis membuju lima buah berpotongan membentuk 45 buah segi
empat yang berbeda-beda ukurannya. Di bagian kiri kotak-kotak ini
terdapat tulisan singkat berbunyi angana atau mungkin seharusnya ajnana. Ada
berbagai penafsiran tentang prasasti ini.
Ada yang mengartikan kata "ajnana"
itu "sendiri, ada juga yang mengartikan "datang" atau "menghampiri". Mungkin maksudnya
mengharapkan kedatangan yang dipuja (raja yang berkuasa).
Ada yang menafsirkan kotak-kota ini sebagai kolenjer (kalender tradisional)
untuk menghitung
hari baik dan hari buruk.
Prasasti Kawali IV
Sumber :
Dokumen Pribadi
Prasasti Kawali keempat, berupa sebatang tonggak batu andesit yang berdiri tegak seperti
menhir, berbunyi sanghiyang lingga bingba. Dalam tradisi lokal, batu panyandaan ini adalah tempat bersandar
bagi kaum ibu yang telah melahirkan selama 40 hari agar cepat pulih.
Prasasti Kawali V
Sumber :
Dokumen Pribadi
Prasasti Kawali 5 yang juga dipahatkan pada tonggak
batu berbunyi sanghiyang lingga hiyang. Menurut pendapat seorang
arkeolog, prasasti ini mungkin merupakan lingga perwujudan arwah nenek-moyang.
Dalam tradisi rakyat disebut batu panyandungan .
Prasasti Kawali VI
Sumber: Dokumen Pribadi
Kawali 6 yang ditemukan terakhir, berbentuk
batu segi empat tidak beraturan, berisi enam baris tulisan yang
isinya berupa pernyataan dari penguasa yang berada di dayeuh `ibu kota'
dan himbauan agar jangan suka berjudi atau bertaruh karena hanya akan membuat sengsara
saja.
Batu Pelinggih (Pamuruyan).
Batu
pelinggih berupa batu datar setinggi 94 cm, sisi kiri panjangnya 88 cm, lebar
sisi bawah 40 cm, dan lebar sisi atas 57 cm. Penduduk setempat menyebutnya batu
kursi karena bentuknya seperti
kursi. Disebut juga batu pamuruyan, tempat menyimpan sesaji. Ada juga pendapat
bahwa ini merupakan tempat pelantikan raja.
Menhir
Menhir yang pertama tingginya 70 cm, lebar 24 cm, tebal 16
cm, terbuat dari batu andesit. Menhir Kedua tingginya 130 cm, lebar 15 cm , tebal 10 cm. Menempel ke menhir ini,
batu semacam
lumpang berpenampang segi tiga. Batu lumpang ini mampu menyerap air dari dalam tanah sehingga airnya tidak
pernah surut. Penduduk sekitar menyebutnya batu pangeunteungan (cermin).
Mata air
Cikawali
Mata air Cikawali berupa kolam kecil seluas ± 10
m2 ini berisi mata air yang tidak pernah kering sekalipun pada musim kemarau. Letak
kolam sekitar 300 m dari situs Astana Gede Kawali.
Makam
Sumber :
Dokumen Pribadi
Ada 11 buah makam di, situs Astana Gede. Yang pertama
adalah Makam Pangeran Usman. Siapakah tokoh ini? Pangeran Usman, menurut salah satu sumber adalah keturunan Sultan Cirebon, yang menjadi menantu Maharaja Kawali (Pangeran Mahadikusumah, yang memerintah Kawali tahun 1592-1643). Pangeran Usman menjadi penyebar Islam di daerah Kawali. Makam lainnya adalah Makam Adipati Singacala, yang terletak di bagian atas punden berundak. Makam ini panjangnya 2,93
m. Adipati Singacala adalah
cicit Pangeran Bangsit
(ayah
Maharaja Kawali). Ia menjadi menantu Pangeran Usman (keturunan Sultan Cirebon) karena menikahi putri Pangeran Usman yang
bernama Nyi Anjungsari. Adipati Singacala, sebagai Bupati Kawali, menurut salah satu sumber
yang belum bisa dipastikan kebenarannya, meminta agar situs pemujaan Hindu (yang kelak disebut Astana Gede)
dibongkar dan dijadikan
pemakaman Islam dengan harapan orang yang datang ke sana bukan untuk memuja berhala namun berziarah. Ia juga minta
dimakamkan dibekas punden berundak. Sesuai permintaannya itu, Adipati Singacala dimakamkan di
puncak punden berundak. Namun, hal ini terjadi bisa saja bukan karena permintaan Adipati Singacala karena
sudah menjadi tradisi di
tatar Sunda bahwa situs-situs bersifat berkelanjutan, artinya, situs dari masa
prasejarah, menjadi situs Hindu
ketika Hindu sudah menjadi budaya/agama masyarakat, dan situs Hindu menjadi situs Islam ketika Islam menggantikan
tradisi Hindu.
|
Selain itu, di Astana Gede itu pula
dimakamkan mertuanya (Pangeran Usman), isterinya (Nyi Anjungsari), anaknya: (Baya Nagasari dan Dalem Satya
Merta/Darma Wulan), guru
ngaji (Cakra Kusumah), penjaga keamanan (Eyang Sancang). Di samping itu, ada 3 makam Kuncen Astana Gede (Angga Direja,
Yuda Praja, Sacapraja), dan makam Surya Wiradikusumah.
Jelas
bahwa yang dimakamkan di Astana Gede , selain karena ada yang ukurannya yang panjang lebih dari makam pada
umumnya, memang juga makam para gegeden (makam
kaum menak), jadi tidak
mengherankan kalau situs ini disebut Astana Gede.
Kang izin mengkopi foto-foto prasasti yang ada di situs kawali ini, ini berguna untuk tugas saya selama KKL kemarin, saya kena musibah, hp yang menyimpan dokumentasi kegiatan itu hilang kemarin, mohon izinnya, terimakasih :)
BalasHapusSitus Astana Gede ini di Kawali tho? Bisa jadi tujuan nanti kalo mudik lebaran.
BalasHapusArtikel yang bagus, dan berguna khususnya bagi orang kawali dan sekitarnya untuk mengingat yang selanjutnya diharapkan dapat lebih menghargai dan menghormati para leluhur kita. (http://devisofiah23.blogspot.com/)
BalasHapusizin copas kang ,buat tugas :)
BalasHapusTerima kasih atas informasinya. Sangat lengkap. Sebagian saya gunakan untuk artikel di blog saya. Trims
BalasHapus