Oleh : Galun Eka Gemini
Beberapa tulisan terdahulu yang menyinggung dengan sejarah berdirinya Kabupaten Majalengka sudah dimuat oleh berbagai media massa mulai dari yang berbentuk artikel, buku, dan tesis. Dan pada kesempatan ini pula, saya selaku orang yang bergelut dalam dunia ke-sejarah-an serta pituin urang Majalengka menyimpan perhatian khusus terhadap sejarah Kabupaten Majalengka di satu sisi. Pada sisi lain, hendak meneruskan tapak lacak dari pakar-pakar sejarah terdahulu untuk meluruskan hari jadi Kabupaten Majalengka seperti Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, M.S., Prof. Dr. Sobana Hardjasaputra, M.A., N. Kartika, M.Hum., dan yang lainnya.
Hasil penelitian dari studi-studi terdahulu menunjukkan, bahwa penetapan hari jadi Majalengka yang selalu diperingati tiap tanggal 7 Juni secara tegas diragukan kebenarannya dan dinyatakan salah. Sumber-sumber sejarah menunjukkan bahwa pada kurun waktu tersebut (1490) wilayah Majalengka berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda-Galuh (Pajajaran). Selain itu, di wilayah yang sekarang Majalengka belum muncul istilah kabupaten, yang ada masih bercorak kerajaan ditandai dengan terdapatnya Kerajaan Talaga Manggung dan Kerajaan Rajagaluh. Keduanya merupakan bagian dari wilayah sougerinitas atau wilayah vasal di bawah Kerajaan Sunda-Galuh yang dipimpin oleh Sribaduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata atau yang dikenal dengan sebutan Prabu Siliwangi (1482-1521).
Sumber sejarah lain menyebutkan, pada awalnya nama Kabupaten Majalengka (sekarang) bernama Kabupaten Maja sesuai Staatblad 1819 no 9 dan 23 tertanggal 5 Januari. Dapat diartikan bahwa nama Kabupaten Majalengka merupakan kelanjutan dari Kabupaten Maja. Perubahan nama Kabupaten Maja menjadi Majalengka disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, agar orang lebih mudah mengingat, maka nama kabupaten dirubah menjadi Majalengka berdasarkan nama ibukotanya. Ibukota Kabupaten Maja semula berada di Maja, pindah ke Cigasong, kemudian ke Sindangkasih, dan terakhir di Majalengka (Kartika: 2007). Kedua, untuk memudahkan urusan administrasi karena kantor asisten residen letaknya berada di Majalengka, sekarang menjadi gedung juang. Ketiga, dikarenakan letak Majalengka dianggap lebih strategis berada di tengah-tengah dan dilalui oleh jalan utama kota.
Diskursus mengenai penetapan hari jadi kabupaten-kota di Jawa Barat merupakan salah satu pembahasan
menarik perhatian bagi kalangan sejarawan dan peminat sejarah, terutama
sejarawan atau peminat sejarah yang mengkhususkan kajiannya terhadap sejarah
kota. Alasannya sederhana, dikarenakan momentum tonggak awal dalam menetapkan
hari lahir kabupaten-kota di Jawa Barat acapkali diambil dari sebuah ‘mitos’ yang berkembang di masyarakat bukan merujuk
pada fakta sejarah yang akurat dan
valid.
Kenyataan semacam ini sangatlah tidak dibenarkan dalam kajian sejarah
sebagai sebuah ilmu yang bersifat ilmiah. Mitos bukan berarti tidak boleh
menjadi khazanah pengetahuan tetapi dalam menuliskan sejarah, harus dibedakan
mana mitos dan mana fakta. Lalu, bagaimana dengan penetapan hari jadi Kabupaten
Majalengka? Benarkah tanggal 7 Juni 1490 adalah tonggak awal berdirinya
Kabupaten Majalengka? Seperti yang diberitakan, bahwa tanggal 7 Juni 2016
– yang tinggal dalam hitungan
hari
– pemerintah Kabupaten Majalengka
akan memperingati hari jadinya ke-526. Pertanyaan semacam ini perlu di jawab secara tegas dan
koheren dalam rangka meluruskan kembali fakta sejarah agar tidak terjadi anakronisme
dikemudian hari.
Beberapa tulisan terdahulu yang menyinggung dengan sejarah berdirinya Kabupaten Majalengka sudah dimuat oleh berbagai media massa mulai dari yang berbentuk artikel, buku, dan tesis. Dan pada kesempatan ini pula, saya selaku orang yang bergelut dalam dunia ke-sejarah-an serta pituin urang Majalengka menyimpan perhatian khusus terhadap sejarah Kabupaten Majalengka di satu sisi. Pada sisi lain, hendak meneruskan tapak lacak dari pakar-pakar sejarah terdahulu untuk meluruskan hari jadi Kabupaten Majalengka seperti Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, M.S., Prof. Dr. Sobana Hardjasaputra, M.A., N. Kartika, M.Hum., dan yang lainnya.
Hasil penelitian dari studi-studi terdahulu menunjukkan, bahwa penetapan hari jadi Majalengka yang selalu diperingati tiap tanggal 7 Juni secara tegas diragukan kebenarannya dan dinyatakan salah. Sumber-sumber sejarah menunjukkan bahwa pada kurun waktu tersebut (1490) wilayah Majalengka berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda-Galuh (Pajajaran). Selain itu, di wilayah yang sekarang Majalengka belum muncul istilah kabupaten, yang ada masih bercorak kerajaan ditandai dengan terdapatnya Kerajaan Talaga Manggung dan Kerajaan Rajagaluh. Keduanya merupakan bagian dari wilayah sougerinitas atau wilayah vasal di bawah Kerajaan Sunda-Galuh yang dipimpin oleh Sribaduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata atau yang dikenal dengan sebutan Prabu Siliwangi (1482-1521).
Legalitas Majalengka menjadi
sebuah kabupaten ditinjau secara
yuridis-formal baru dikenal ketika dikeluarkannya Staatsblad
no. 7 oleh pemerintah kolonial Belanda tertanggal 11 Februari 1840. Sebelum wilayah Jawa Barat (West Java) terbentuk, yang ada hanya
wilayah-wilayah keresidenan saja meliputi
Keresidenan Banten, Batavia, Boeitenzorg, Preangerregenschappen, dan Cheribon.
Keresidenan Cheribon membawahi lima
kabupaten, salah satunya adalah wilayah Kabupaten Majalengka (dulu; Maja). Sejarah
tentang pembentukan Kabupaten Majalengka, pada hakekatnya tidak terlepas dari
kebijakan pemerintah kolonial Belanda untuk mempermudah dalam urusan
administrasi baik segi pemerintahan maupun ekonomi. Dilihat dari aspek ekonomi, yaitu kepentingan pemerintah kolonial Belanda agar dapat mengontrol
jalannya pengumpulan pajak tanah.
Sumber sejarah lain menyebutkan, pada awalnya nama Kabupaten Majalengka (sekarang) bernama Kabupaten Maja sesuai Staatblad 1819 no 9 dan 23 tertanggal 5 Januari. Dapat diartikan bahwa nama Kabupaten Majalengka merupakan kelanjutan dari Kabupaten Maja. Perubahan nama Kabupaten Maja menjadi Majalengka disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, agar orang lebih mudah mengingat, maka nama kabupaten dirubah menjadi Majalengka berdasarkan nama ibukotanya. Ibukota Kabupaten Maja semula berada di Maja, pindah ke Cigasong, kemudian ke Sindangkasih, dan terakhir di Majalengka (Kartika: 2007). Kedua, untuk memudahkan urusan administrasi karena kantor asisten residen letaknya berada di Majalengka, sekarang menjadi gedung juang. Ketiga, dikarenakan letak Majalengka dianggap lebih strategis berada di tengah-tengah dan dilalui oleh jalan utama kota.
Kembali
kepada awal mulanya terbentuk Kabupaten Majalengka, sejalan dengan tradisi
lisan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, pengambilan tanggal terbentuknya Kabupaten
Majalengka 7 Juni 1490
tidak dapat dilepaskan dari tokoh
mitos Nyi Rambut Kasih sebagai pemimpin Kerajaan Sindangkasih.
Diceritakan dalam riwayat Sindangkasih, konon pernah berdiri
sebuah kerajaan kecil bercorak Hindu bernama Sindangkasih. Kerajaan
Sindangkasih dahulunya merupakan kerajaan kecil yang berada di bawah sugeourenitas Kerajaan Sunda-Galuh. Di dalam naskah Ratu Pakuan yang
ditemukan sekitar abad 17 M, nama Nyi Rambut Kasih sering disebut Nyi Ngabeut/Ambeut Kasih dalam dialek masyarakat Sunda Priangan. Adapun dalam naskah Purwaka Caruban Nagari (1726) dijelaskan
Nyi Ambeut Kasih adalah putri dari Ki Gedeng Sedhang Kasih, syahbandar di
Cirebon. Nyi Ambeut Kasih kemudian menikah dengan Prabu Siliwangi.
Antara
mitos dan realita mengenai keberadaan Kerajaan Sindangkasih di Tatar Majalengka, Hal ini sangat terkait dengan miskinnya data yang ditemukan sehingga tingkat
keabsahannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena
itu, kebenaran adanya Kerajaan Sindangkasih
di Majalengka masih diragukan. Terlepas dari ada atau
tidaknya Kerajaan Sindangkasih pada masa silam, momentum tanggal dan tahun
berdirinya Kerajaan Sindangkasih tidaklah relevan untuk ditetapkan sebagai hari
jadi Kabupaten Majalengka.
Beberapa
pertimbangan yang mendasari penulis berasumsi seperti ini: pertama, bukti primer (primary
sources) yang menyebutkan hari
jadi Kabupaten Majalengka pada 7 Juni 1490 tidak ditemukan, baik yang berupa
prasasti, naskah, dsb. Kedua, pada saat Kerajaan Sindangkasih berdiri, kedudukan Kerajaan Talaga Manggung dan Rajagaluh memiliki kedudukan yang sama/sejajar,
sama-sama berada di bawah vasal Sunda-Galuh (Pajajaran).
Artinya, Kerajaan Talagamanggung dan Rajagaluh
mempunyai otoritas tersendiri tidak
berada dalam daerah vasal Kerajaan Sindangkasih. Ketiga, sistem pemerintahan
berbentuk kabupaten (pemerintahan tradisional) mulai muncul ketika hegemoni
Hindia-Belanda atas kerajaan-kerajaan di Indonesia, khusus Jawa Barat sudah
tumbuh subur. Artinya, adanya sistem pemerintah berbentuk kabupaten merupakan produk pemerintah kolonial Belanda,
walaupun istilahnya dahulu adalah afdelling.
Secara hirarki, eksistensi pemerintahan kabupaten atau pemerintahan tradisional
yang otoritasnya dipimpin oleh seorang bupati berada di bawah residen, dan
residen berada di bawah gubernur jenderal.
Peringatan
mengenai hari jadi Kabupaten Majalengka yang rutin diselenggarakan tiap
tahunnya pada tanggal 7 Juni seolah terlalu dipaksakan, sekaligus membuat sesat
masyarakat dalam mengenali sejarah daerahnya sendiri. Staatsblad
1819 no.
9
dan 23 tertanggal 5 Januari atau Staatsblad
no. 7 tertanggal 11 Februari 1840 merupakan
bukti otentik akan pembentukan Kabupaten Majalengka yang sesungguhnya. Adapun kalau kita mengacu pada
Staatsblad
1819 no.
9 dan 23 tertanggal
5 Januari dalam menetapkan
hari jadi Majalengka tidaklah terlalu salah mengingat
nama Kabupaten Maja sebagaimana yang tertera dalam Staatsblad
1819 no.
9 dan 23 yang menjadi embrio terbentuknya Kabupaten
Majalengka mirip dengan
wilayah kekuasaannya menaungi empat distrik yaitu Distrik
Talaga, Distrik Maja, Distrik Rajagaluh, dan Distrik Majalengka.
Kesalahan
dalam menetapkan hari jadi Majalengka sudah menjadi tanggung jawab pemerintah setempat sebagai stakeholder
untuk meluruskannya sehingga masyarakat dalam hal ini khususnya warga pribumi
dapat mengetahui dan memahami dengan
betul
mengenai kapan terbentuknya Majalengka menjadi sebuah kabupaten yang secara yuridis,
terlegitimasi. Terlepas akan kebencian kita terhadap pemerintah kolonial Belanda, setidaknya apa yang menjadi aturan,
kebijakan kolonial yang dikeluarkan pada waktu itu termasuk kebijakan tentang
pembentukan Kabupaten Majalengka merupakan representasi dari jalannya
pemerintahan yang berkuasa pada saat ini.
Untuk
mengatasi permasalahan seperti ini, pemerintah Kabupaten Majalengka bisa belajar dari Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, karena fenomena seperti ini pernah dialami oleh pemerintah Provinsi
Jawa Barat itu
sendiri. Dalam menetapkan hari jadinya, pemerintah Jawa Barat tidaklah egois
dan bersikukuh mengambil hari jadinya dari kemunculan Kerajaan Tarumanegara
ataupun Kerajaan Sunda-Galuh, yang secara gamblang eksistensi dari kedua kerajaan
tersebut diakui keberadaannya baik secara artifek, sosifek maupun mentalitas (apabila di komper
dengan keberadaan Kerajaan Sindangkasih di Majalengka), khususnya oleh
masyarakat Tatar Sunda termasuk Majalengka.
Mudah-mudahan esensi dan subtansi tulisan ini mendapatkan
perhatian dari pihak-pihak terkait, terutama Pemda dan DPRD Kabupaten Majalengka.
Perlu diinformasikan pula bahwa tulisan ini tidak bermaksud untuk
mendeskreditkan atau menyalahkan pihak-pihak tertentu (TIM Perumus/penentu Hari
Jadi Kabupaten Majalengka) apalagi mengandung muatan politik, tetapi
semata-mata sebagai sumbangsih pemikiran yang sifatnya membangun dan menegakkan kebenaran sejarah. Mangga
emutan !!!